Rabu, 17 Februari 2016

Mengunjungi Jejak Langkah Sang Jenderal

.

Pulang kampung saatnya berdedikasi. Salah satunya dengan mengunjungi Monumen Tempat Lahir Jenderal Soedirman, yang terletak sekitar 26 kilometer arah timur dari ibu kota Kabupaten Purbalingga. Jenderal Soedirman adalah Jenderal Besar yang lahir di Bodas Karangjati, Rembang, Purbalingga, pada tanggal 24 Januari 1916 – dan meninggal pada tanggal 29 Januari 1950. Saat itu beliau berusia 34 tahun. Beliau adalah seorang perwira tinggi Indonesia pada masa Revolusi Nasional Indonesia. Ayahnya, Tjokrosoenarjo, adalah seorang Asisten Wedana Rembang. Tjokrosoenarjo wafat saat Soedirman masih menempuh sekolah guru di Cilacap pada sekitar 1936. Ia mewariskan seluruh hartanya kepada anak tunggalnya itu. (Sumber tentang ayah Soedirman dari www.tempo.co)


Saat usianya masih 31 tahun beliau sudah menjadi seorang jenderal. Meski menderita sakit paru-paru yang parah, beliau tetap bergerilya melawan Belanda. Jenderal Soedirman berlatar belakang seorang guru HIS Muhammadiyah di Cilacap dan giat di kepanduan Hizbul Wathan.

Menurut keterangan Bapak Mohamad Teguh Bambang Tjahjadi, anak bungsu Soedirman, saat ditemui Tempo.co awal Oktober lalu, menceritakan bahwa "selama ini banyak buku dan literatur digital di dunia maya menulis ngawur soal asal-usul keluarganya". Dari sekian banyak buku tentang ayahnya, Teguh hanya percaya pada buku berjudul Doorstoot naar Djokja : Pertikaian Pemimpin Sipil-Militer karya wartawan senior Julius Pour terbitan 2005.

Foto : www.goodreads.com
Berikut sedikit kutipan bukunya :

Tepat hari Minggu, 19 Desember pukul 00:00 serdadu-serdadu Belanda melancarkan operasi Burung Gagak (Kraai) ke ibukota RI (Republik Indonesia) di Yogyakarta. Dikenal sebagai Doorstoot naar Djokja, serangan kilat darat-udara ini diharapkan dapat menghancurkan kekuatan militer dan politik RI sekali dan selamanya.

Sementara pasukan lintas-udara KST (Korps Speciale Troepen) mendarat di Maguwo, terjadi perpecahan hebat di kalangan pemangku kekuasaan RI di Yogyakarta. Para pejabat militer bersikeras melawan serangan Belanda dengan perang gerilya. Sebaliknya, pejabat sipil bertekad membalas serangan melalui perang kata di jalur diplomasi.

Sementara perdebatan strategi perang RI memanas, pasukan khusus Belanda dari kesatuan Baret Hijau telah merangsek ke pusat kota dalam hitungan jam. Para pemimpin RI harus memutuskan bentuk perjuangan di bawah hujan mortir dan peluru Belanda. Keputusan mereka kelak tidak saja menentukan nasib RI, namun juga hubungan sipil-militer di Republik Indonesia.

Dirman, engkau seorang prajurit. Tempatmu di medan perang bersama pasukanmu. Tempatmu bukan tempat pelarianku. Aku harus tinggal di sini, dan mungkin bisa berunding untuk kita, serta memimpin rakyat kita.”

(Sukarno, an Autobiography)

Waktu kami semua datang ke sana ada insiden kecil yang lucu. Ceritanya kami berangkat menggunakan mobil, lalu sudah 3/4 jalan, Deka saudaraku yang masih balita tiba-tiba menangis minta pulang. Katanya memang Deka selalu seperti itu kalau bepergian tanpa Mama atau Papanya. Pada saat itu, aku pangku dia, dan nangisnya ngga mau berhenti juga. Akhirnya, diputuskan untuk putar balik, mengantar Deka pulang. Setelah mengantar Deka pulang, kami semua kembali melanjutkan perjalanan yang tadi sempat tertunda. Di sepanjang jalan yang kami lihat adalah pemandangan sawah hijau yang terbentang luas dan indah. Benar-benar menyejukan mata. Seolah, mengalihkan perjalanan kami yang lumayan lama juga sekitar 45 menit - 1 jam. 

Ini dia si Deka yang suka nangis, tapi kalau lagi senyum gini manis ya?


Saat sampai di Monumen Tempat Lahir Jenderal Soedirman, aku disuguhi tempat indah dan bersejarah seperti ini :


Tampak depan dari Monumen Tempat Lahir Jenderal Soedirman. Pemandangan sekitarnya sangat indah, karena dikelilingi oleh bukit-bukit hijau yang menjulang tinggi. Temans semua hanya butuh berdiri di depan Monumen ini, lalu melihat ke depan. WOW! Keren banget deh pemandangannya.


Sepenggal tulisan yang sarat akan makna di depan Monumen Tempat Lahir Jenderal Soedirman.

"PERCAYA DAN YAKINLAH, BAHWA KEMERDEKAAN SEBUAH NEGARA YANG DIDIRIKAN ATAS TIMBUNAN/RUNTUHAN RIBUAN KORBAN JIWA HARTA BENDA DARI RAKYAT DAN BANGSANYA TIDAK AKAN DAPAT DILENYAPKAN OLEH MANUSIA SIAPAPUN JUGA. 
~JENDRAL SOEDIRMAN~



Opi dan Dini lagi main di pohon di depan Monumen
Lalu aku dan sepupuku dari Medan yang bernama Dini, berfoto di depan Monumen, yang menceritakan sedikit tentang sejarah perjuangan Sang Jenderal. Mungkin foto kami sedikit melenceng dari sejarah ya :). Tidak mau kalah dengan kami, Om Teguh dan Tante Fauziah yang merupakan orang tua dari Dini, ikut juga berfoto di sana. Tampak serasi sekali ya mereka?



Aku mulai mulai masuk ke bangunan inti. Di depan rumah Sang Jenderal atau sekarang yang sudah menjadi Monumen, keluargaku meminta untuk difoto. Mereka sangat antusias rupanya, apalagi keluarga Om aku. Mereka jauh-jauh dari Medan selain mengunjungi keluargaku yang di Purbalingga, juga ingin sekali mengenang jasa dan jejak gerilya Sang Jenderal.


Dari kiri ke kanan
Opi (sepupu), Ulfa (sepupu, adiknya Dini), Om Teguh, Tante Fauziah, Dini (sepupu), Rahma (Sepupu), Icha (adikku), dan Ai (sepupu, adiknya Rahma). Aku yang motret, jadi gambarku cukup yang tadi saja ya temans :)


Adikku, Icha, rupanya sangat senang sekali bisa datang ke sini. Walaupun dia sendiri sudah pernah ke sini sebelumnya. Tapi, karena datang ke sana dengan keluarga jadi dia lebih antusias. Dan senyuman manis Dini, sepupuku yang merupakan anak kedua dari Om Teguh dan Tante Fauziah, sangat terpancar. Sebenarnya ada sepupuku (kakaknya Dini) yang namanya Agung, dia malah datang dengan adikku Edi, biasa aku panggil Sentot, setelah kami pulang dari sini. Hmmm...mobilnya ngga muat soalnya :)

Kiri (baju putih) Edi atau Sentot, adikku dan Kanan sepupuku namanya Agung
Replika box tempat tidur Jenderal Soedirman waktu masih bayi.
Dalam foto : Om aku sedang mendengarkan penjelasan dari Tour Guide yang juga sebagai penunggu Monumen ini. Tapi aku lupa namanya siapa :)
Di ruang belakang ada replika ayunan bayi yang terbuat dari bambu dan box tempat tidur untuk Soedirman ketika masih bayi. Di sampingnya ada sepasang meja kursi dan dua buah dipan atau tempat tidur, yang biasanya dipakai oleh Raden Tjokrosoenarjo (ayah Jenderal Soedirman) untuk beristirahat. Dan di ruang depan adalah tempat rapat para pejabat Kawedanan.

Peralatan yang dulu digunakan oleh keluarga Soedirman
Cukup berdedikasi perjalanan kali ini. Mengunjungi tempat bersejarah yang mungkin jarang dijamah oleh sebagian orang. Seharusnya, tempat-tempat seperti ini harus selalu dijadikan wisata sejarah unggulan yang tetap harus dijaga untuk anak cucu kita nanti. Menurutku, lumayan terjaga kok :)



Sampai jumpa di Purbalingga Perwira yang indah ya temans....!


Alamat :
Monumen Tempat Lahir Panglima Besar Jenderal Soedirman 
Desa Bantarbarang, Kecamatan Rembang, sekitar 26 kilometer arah timur dari ibu kota Kabupaten Purbalingga

Angkutan :
Dari Terminal Bus Purbalingga naik bus jurusan Rembang.
Atau dari arah utara Purbalingga, dari Terminal Bobotsari naik angkutan umum warna biru jurusan Rembang


Sumber : tempo.co dan berbagai sumber di interney

Reaksi: